Anggar: Olahraga Ketangkasan dengan Senjata

Picture of admin

admin

“Olahraga Ketangkasan dengan Senjata” | Foto ©Pexels/Pixabay

Anggar adalah olahraga ketangkasan dengan senjata yang menekankan pada teknik kemampuan seperti memotong, menusuk atau menangkis senjata lawan dengan menggunakan keterampilan dalam memanfaatkan kelincahan tangan.

Etimologi kata “anggar” dalam bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Perancis “en garde“, dalam Bahasa Indonesia “bersiap”. Kata “en garde” digunakan saat permainan akan dimulai, sebagai perintah “bersiap” kepada pemain.

Dalam bahasa Perancis sendiri anggar dinamakan sebagai escrime. Anggar melewati perjalanan sejarah yang cukup panjang, kemampuan teknis, dan catatan pencapaian yang juga cukup panjang.

Jika sejarah tentang olahraga ini ditelaah, kita akan mengacu pada penggunaan pedang. Sejak dahulu kala, pedang diciptakan sebagai alat untuk melindungi diri. Manusia menggunakan kekuatan dan ketangkasannya, memilih bahan dan alat, meningkatkan keterampilannya dengan menggunakan keahliannya.

Anggar dipertandingkan pada area Olimpiade pertama kali pada tahun 1896. Sejarah Masuknya Anggar ke Indonesia bermula pada masa 100 tahun penjajahan Belanda di Indonesia. Ketika itu, para tentara Kerajaan Belanda membawa serta olahraga anggar masuk ke Indonesia. Terdapat dua jenis tujuan permainannya, yaitu sebagai berkelahi dan olahraga.

Kemampuan melakukan permainan anggar sebagai berkelahi diwajibkan untuk setiap tentara Hindia Belanda (KNIL) dengan menggunakan kelewang (pedang) atau sangkur. Sedangkan, permainan ini sebagai olahraga diminta untuk para bintara, perwira, serta mahasiswa.

Tokoh-tokoh militer bangsa Indonesia yang mempunyai keahlian melakukan permainan anggar pada kala itu adalah Drh.Singgih, Soeparman, Maryono, Setu, Warsimin, Paimin Salekan, Atmo Soewirjo, J. Sengkey, Suratman, Mantiri, C.H. Kuron, Mangangantung, dan Soekarno.

KNIL mendirikan sekolah olahraga militer sebagai sarana mendidik para guru anggar, guru renang, dan guru olahraga lainnya. Lembaga pendidikan militer tersebut didirikan di Bandung dan Magelang.

Pada masa penjajahan Jepang, tidak ada informasi yang masuk tentang perkembangan olahraga anggar di Indonesia. Dalam masa perang kemerdekaan, banyak guru anggar yang berasal dari mantan instruktur militer Belanda yang menjadi instruktur di Akademi Militer Yogyakarta.

Dalam Pekan Olahraga Nasional pertama yang diselenggarakan pada tahun 1948 di Solo, olahraga ini mulai dikenalkan serta dieksibisikan oleh para guru anggar mantan instruktur militer Belanda tersebut.

Setelah penyerahan kedaulatan Negara Republik Indonesia, para guru yang tersebar di tanah air mulai mengembangkan olahraga anggar dengan mendirikan perkumpulan-perkumpulan di beberapa kawasan, seperti Sumatera Utara, Jakarta, Bandung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan di Sulawesi Selatan.

Perkumpulan anggar di Jakarta didirikan oleh Kasimin Atmosoewirjo, Soekarno, dan Drh. Singgih. Di awal tahun 1950, Kasimin Atmosoewirjo mulai mengembangkan olahraga anggar di Jakarta bersama dengan puteranya yang bernama Suratmin.

Perjuangan para guru anggar yang telah merintisnya di tanah air kemudian dikembangkan oleh para penerus. Murid, anak, maupun cucu, sehingga pada masa ini olahraga tersebut bisa terus berkembang di seluruh provinsi di Indonesia

Nomor-nomor dalam anggar
Pada olimpiade memainkan tiga nomor yang dinamakan berdasarkan senjatanya:

  1. Floret (foil): Pedang yang mempunyai wujud langsing, lentur dan ringan, ujungnya datar atau bulat, tumpul dan berpegas. Bila ditusukkan bisa naik/turun, beratnya 500 gram (5 ons). Pelindung tangan yang terdapat pada floret lebih kecil dibandingkan dengan Degen dan Sabel. Ujungnya berfungsi untuk menusuk dan bagian bawah pedang untuk menangkis dan menekan.
  2. Sabel (sabre): Pedang yang mempunyai wujud segitiga dan sudutnya tidak tajam, seperti parang kecil, semakin keatas semakin pipih dan ujungnya ditekuk sampai tidak meruncing, beratnya 500 gram. Pelindungan penuh menutupi tangan sampai pangkal tangkai. Bagian atas pedang berfungsi untuk memarang dan bagian bawah untuk menangkis, serta ujungnya untuk menusuk.
  3. Degen (epée): Pedang mempunyai wujud segitiga dan berparit, pada pangkalnya tebal dan samping keujung kecil, persangkaan kaku. Ujungnya datar dan berpegas dengan pelindung tangan mulia, beratnya 750-770 gram. Bagian bawah pedang berfungsi untuk menangkis dan ujungnya untuk menusuk.

Cara Melakukan permainan
Dimainkan di arena seluas 14×1,5 meter. Dilengkapi dengan kabel dan kostum khusus, para pemain dihubungkan dengan sistem penilaian elektronik yang akan bereaksi jika terkena tusukan. Dalam setiap pertandingan dipergunakan sistem eleminasi langsung. Sebuah tim akan terdiri dari 3 pemain dan masing – masing akan berduel dengan bagian tim lawan.

Lapangan/Area
Arena anggar kebanyakan dalam ruangan tertutup, panjangnya 12 meter dan lebarnya 2 meter. Ditutupi linolium (gabus) dan dilengkapi alat elektronik sebagai mengetahui terjadinya poin.

Pakaian terdiri dari:
Masker (Pelindung Muka).
Sarung Tangan.
Baju Jaket terbuat dari bahan yang kuat dan berwarna putih.
Sebagai pemain Epee atau Poil, baju pemain terbuat dari metal.

Wasit
Setiap wasit yang memimpin pertandingan, bisa menjatuhkan sanksi (hukuman) pada atlet, apabila menerapkan pelanggaran yang ditentukan. Pelanggaran pertama, wasit mengeluarkan kartu kuning. Pelanggaran kedua, wasit mengeluarkan kartu merah. Pelanggaran ketiga, wasit mengeluarkan kartu hitam, (pelanggaran berat, atlet diskor dari pertandingan).

Kelas dalam Anggar
Putra:

épée perorangan
épée tim
foil perorangan
sabre perorangan
sabre tim

Putri:

épée perorangan
foil perorangan
foil tim
sabre perorangan
sabre tim

Bagaimana? Apakah kalian tertarik untuk mempelajari jenis olahraga yang satu ini?