YLKI Sarankan Konsumen Perumda TB Buat Surat Aduan

Picture of Redaksi

Redaksi

YLKI Sarankan Konsumen Perumda TB Buat Surat Aduan
Warga Tanah Tinggi, Siti Khadijah, saat menunjukan kendala penyaluran air dari Perumda TB.

Kota Tangerang, Faktual24.Com – Warga Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten, yang mengeluhkan pelayanan air Perusahaan Umum Daerah Tirta Benteng (Perumda TB) sampai saat ini belum ditangani. Selasa, (18/10/22).

Salbini, salah satu warga Kelurahan Tanah Tinggi di RW 07, mengatakan aduannya sejak satu bulan yang lalu belum ditangani sampai saat ini. Salbini mengungkapkan di wilayahnya terdapat 40 rumah tangga yang mengalami penyaluran air kecil, hingga mati di waktu-waktu tertentu.

“Petugas belum ada yang ke mari, sejak saya melapor kurang lebih selama satu bulan. Sampai sekarang belum ada yang datang,” kata Salbini saat ditemui Faktual24.Com di rumahnya.

Salbini mengungkapkan laporan tersebut dia sampaikan langsung ke bagian aduan Perumda TB. Aduannya, kata dia, terkait aliran air yang kerap mati.

“Saya nggak pakai surat aduan, datang ke sana (Kantor Perumda TB), tanya ke satpam di mana bagian gangguan, dikasih nomor antrean, kemudian dipanggil. Ditanya apa keluhanya, saya jawab keranya sering mati, tidak keluar air,” ucapnya.

Salbini menjelaskan, dirinya sudah menggunakan pelayanan air Perumda TB sejak 5 tahun, yang lalu, bahkan sebelum ada peralihan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kerta Raharja (TKR) kepada Perumda TB.

“Saya berharap biar pelayanan airnya berjalan normal karena ini, kan, kebutuhan orang hidup. Jadi, tolonglah diperhatikan, atau jaringannya ditambah, gitu, karena debit air ke arah Tanah Tinggi khususnya di wilayah kita, kecil,” harapnya.

Senada dengan Salbini, Siti Khadijah warga RW 07 Kelurahan Tanah Tinggi lainnya, menyampaikan kondisi air kerap mati pada pukul 05.00, kemudian baru menyala di siang hari. Namun, pada sore hari, tambah dia airnya kembali mati.

“Kalau siang jam segini mah, airnya gede. Tapi, mau wudu Salat Magrib sudah nggak ada air, nyala lagi nanti jam delapan malam,” terangnya.

Dirinya pun, tambah Siti, sudah melakukan pengaduan, bahkan sering mengeluh pada petugas Perumda TB, yang melakukan pengecekan meteran. Sayangnya, adauan tersebut belum ditanggapi hingga saat ini.

Untuk menyiasatinya, kata Siti, dia harus menampung air ketika sedang lancar dengan menggunakan ember, bak, bahkan galon air minum.

“Jadi, kita kalau mau ambil air wudhu Shalat Magrib kita pakai air tampungan itu, soalnya airnya kecil banget, gedean juga air kencing,” punkas Siti, sambil tertawa.

Penjelasan YLKI

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melalui Koordinator Pengaduan dan Hukum, Sularsi, menyampaikan setiap konsumen memiliki hak untuk komplain atau didengar keluhannya.

Di sisi lain, dalam hal ini Perumda TB, tambah Sularsi, wajib untuk menjelaskan atau menginformasikan kepada pelanggannya atas kendala yang dialami perusahaan.

“Jika kendala tersebut berlangsung lama, perusahaan harus melakukan investigasi terhadap keluhan,” katanya.

Lebih lanjut, tambah Sularsi, jika hasil investigasi tersebut kesalahannya terdapat pada pelanggan, maka konsumen berhak mendapatkan konfensasi.

“Nah, konfensasi itu setiap perusahaan berbeda-beda, ada yang mereka dibebaskan dari biaya langganan. Dan, masing-masing perusahaan punya cara dalam melakukan mitigasi penyelesaian pengaduan kasus-kasus konsumen,” terangnya.

Selanjutnya, Sularsi menyampaikan dari beragam jenis komunikasi untuk memudahkan antara konsumen dengan perusahaan, baik secara tertulis, lisan, dan pesan melalui gawai atau media sosial. Dengan begitu, terang Sularsi, perusahaan harus responsif terhadap setiap keluhan mitranya tersebut.

“Nah, kembali lagi kepada perusahaan tersebut, apakah mereka responsif atau tidak. Kalau tidak berarti kan sudah jelas kalau manajemen itu sudah tidak benar,” ujar Sularsi kepada, saat dihubungi melalui gawai.

Karena aduan tersebut banyak, Sularsi menyarankan agar konsumen melakukan pengaduan secara kolektif dengan cara mengirim surat aduan kepada perusahaan.

“Misalnya, salah satu warga dari lingkungan RT atau Kelurahan menjadi koordinator dari surat aduan tersebut. Fungsi koordinator bisa mewakili teman-teman konsumen jika ada pertemuan,” ucapnya.

Selain itu, pihak koordinator bisa membuat perjanjian dengan perusahaan untuk menemukan solusi. Namun seandainya, keluhan tersebut masih berlangsung, kata Sularsi, harus ada penjelasan dari perusahaan.

“Lakukan aduan secara tertulis dulu kalau belum ada secara tertulis belum ada sengketa. Kalau tidak ada tanggapan berarti ada sengketa,” terangnya.

Pengaduan ke Lembaga Lain

Jika terjadi seperti itu, kata Sularsi konsumen bisa mengadukan hal tersebut ke lembaga lain seperti Badan Pelayanan Konsumen.

“Ya, surat dikirimkan ke YLKI, mungkin nanti kita bisa membantu atau ke lembaga konsumen yang ada di Tangerang Selatan. Atau karena ini pelayanan publik bisa juga mengadukan kepada Ombudsman,” jelasnya.

Dari pengaduan tersebut, pungkas Sularsi, setiap konsumen bisa mendapatkan pelayanan lebih baik atau mendapat konfensasi dari perusahaan. (AK)