Jakarta, Faktual24.Com – Menjawab evaluasi 3 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma’ruf Amin yang dirilis Indonesia Corruption Watch (ICW), Staf Khusus Mensesneg Faldo Maldini mengajak ICW ke Istana. Selasa, (15/11/22).
“Saya tunggu kawan-kawan ICW di Istana. Kita diskusi bareng di sini. Saya hadapi. Kasih bahan lengkapnya di sini. Makin banyak masukan, makin bagus. Saya tunggu, buat janjian sekarang gampang, saya bales semua DM di IG,” kata Faldo Maldini kepada wartawan.
Faldo kemudian memberi penjelasan soal pembiayaan influencer yang disorot ICW. Dia mengatakan pemerintah berupaya untuk menyampaikan informasi soal program lewat berbagai media, termasuk media sosial.
“Saya rasa biaya influencer ini sudah sering dibahas. Ini kan soal media sudah berbeda, tidak hanya media konvensional, tapi juga ada media sosial,” ucap dia.
“Program-program pemerintah harus tersosialisasikan. Bahkan, anggaran media konvensional lebih besar lagi, pakai KPC PEN,” sambungnya.
Dia mengatakan Jokowi memiliki komitmen yang besar dalam pemberantasan korupsi. Dia menyayangkan sikap ICW yang dianggapnya membuat pemerintah antidialog.
“Kami senang kalau teman-teman dapat membantu kerja pemerintah. Nah, itu partisipatif. Jangan framing pemerintah ini antidialog, antidiskusi terus. Padahal, banyak yang niatnya bukan bikin perbaikan,” tutup Faldo.
ICW Kritisi Kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf
Sebelumnya, ICW mengkritisi kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. ICW menyebut ada sejumlah rekomendasi temuannya, termasuk anggaran negara dalam membiayai pendengung atau buzzer politik.
Dalam rekomendasinya, ICW menyinggung soal alokasi negara dalam membiayai pendengung atau buzzer. Peneliti ICW Tibiko Zabar menyebut pemerintah Jokowi menganggarkan Rp 90,4 miliar untuk menggunakan buzzer dalam kurun waktu 2017-2020.
“Kami menyebutnya dengan istilah influencer, setidaknya tahun 2017-2020, angka anggaran belanja negara itu hampir mencapai Rp 90,4 miliar alokasi negara untuk kerja-kerja yang melibatkan influencer,” kata Tibiko Zabar kepada wartawan dalam konferensi pers yang digelar virtual, Minggu (13/11).
Dengan jumlah anggaran yang dinilai cukup tinggi tersebut, ICW mempertanyakan soal akuntabilitas dan transparansi dalam penggunaan jasa Buzzer tersebut. Sebab, dia menuding para buzzer tersebut justru menutup ruang dialog dalam konteks kebijakan pemerintah.
“Karena banyak dari pengalaman gerakan antikorupsi yang digaungkan narasi-narasi yang dibangun justru bukanlah diskusi atau dialog yang sehat, tapi bagaimana memperkuat, ‘membenarkan’ apa yang disampaikan oleh pemerintah tapi tidak membuka ruang dialog dalam konteks kebijakan,” ujar dia.
“Itu yang berkaitan dengan pendengung dan komitmen pemberantasan korupsi,” imbuhnya. (Red)