Albert Camus merupakan filsuf asal prancis dan juga seorang sastrawan. Menurutnya, dunia itu paradoks dan juga absurd. Dalam novel ‘The Strangers’ ia memberi gambaran bagaimana dunia berjalan dengan paradoks dan absurd.
Di dalam novel contohnya, diceritakan seorang tetangga memiliki peliharaan seekor anjing. Namun, tetangga itu sering menyiksa dan mengeluarkan serapah kepada anjingnya. Dia seakan tidak menyukai anjingnya. Akan tetapi, dia sedih dan merasa kehilangan saat anjingnya hilang.
Prilaku itu, menurut Albert Camus merupakan paradoks kehidupan di mana manusia bisa membenci sekaligus menyukai satu objek.
Dalam novel the strangers, Albert Camus menggambarkan kehidupan Mersault (tokoh utama) dengan apik. Mersault hidup tanpa ambisi dan seolah memiliki jiwa yang kosong. Kehidupan Mersault statis dan membosankan. Katanya, “Hidup itu sama saja, hidup yang tak layak dijalani”.
Mersault digambarkan dengan prasangka orang-orang yang menganggapnya mempunyai kekerasan hati dan kemudian membawa takdir Mersault ke sebuah guillotine. Prasangka orang-orang itu hadir karena kebiasaan Mersault yang menjalani hidupnya tanpa ambisi seolah tanpa perasaan, padahal Mersault hanya hidup sesuai dengan dirinya.
Mersault hidup tanpa banyak bicara, dengan sedikit teman, dan ia menganggap dirinya mempunyai kebebasan seutuhnya. Saat ibunya meninggal, ia tak menampakan kesedihan di depan orang banyak. Hal itu kemudian menjadi bumerang bagi Mersault yang dianggap tidak mempunyai perasaan dan memiliki kekerasan hati.
Dunia luarnya diatur oleh pengamatan tanpa emosi terhadap lingkungan fisiknya, meskipun terkadang sifatnya cukup detail. Hal ini menjadi jelas setelah dua kalimat pertama buku ini: “Ibuku meninggal hari ini. Atau mungkin kemarin, saya tidak tahu.” Ia menilai kehidupan tanpa emosi dan tanpa perasaan.
Setelah membunuh dan disidangkan di pengadilan, Mersault tak mempunyai ambisi untuk membela, bahkan mengelak tuntutan jaksa. Menurutnya, ambisi adalah hal yang tidak penting, “Aku tidak ada alasan untuk mengubah hidupku. Bila kupikirkan baik-baik, aku merasa hidupku tidak susah. Ketika aku masih sekolah, aku mempunyai banyak ambisi semacam itu. Akan tetapi, dengan cepat aku mengerti bahwa semua itu tidak penting.”
Kebebasa Hidup Mersault
Mersault digambarkan dengan kehidupan yang berjalan sesuai keinginan dan tidak berada dalam norma sosial yang berlaku, hal ini kemudian menjadi penyebab dirinya dianggap aneh oleh orang-orang. Menurutnya, “Satu cara hidup akan sama baiknya dengan yang lain, dan cara hidupku sekarang ini sangat sesuai dengan diriku”.
Kehidupan yang ia jalankan sesuai kehendaknya membawanya kepada akhir yang tragis. Kehidupan yang tak sesuai dengan budaya masyarakat, membuatnya dianggap asing. Seolah tak boleh seseorang menjalani kehidupan yang berbeda dari masyarakat pada umunya, novel ini berusaha mendobrak kebudayaan dan paradigma masyarakat.
Mersault tak percaya Tuhan. Menurutnya, percaya atau tidak kepada Tuhan bukan pertanyaan yang berarti. Karena Mersault yakin dengan sesuatu yang menurutnya tidak menarik perhatian dan tidak perlu membuang-buang waktu untuk hal yang menurutnya tidak menarik. Ketidak-percayaannya terhadap Tuhan digambarkan dengan kebebasan yang ditafsirkan menurut kehendaknya.
Novel ini menggambarkan kehidupan yang abu-abu, beberapa orang mengalami kehidupan seperti Mersault, misalnya, orang baik yang berteman dengan orang yang kurang baik dan membawanya kepada kesalahan, dan masih banyak lagi.
Semakin banyak saya menulis, akan semakin banyak saya memberi spoiler kepada pembaca terkait novel ini. Oleh sebab itu, saya sarankan teman-teman untuk membaca novel ini kemudian silakan teman-teman renungkan, apakah miris menjadi Mersault? Atau hidup yang layak adalah hidup seperti Mersault?