Budaya senioritas nampaknya masih sering ditemui di Indonesia, budaya yang identik dengan kekerasan hingga menyebabkan nyawa melayang.
Pekan lalu contohnya, publik digemparkan oleh kasus kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP).
Seorang Taruna STIP, Putu Satria Ananta Rustika tewas karena dianiaya seniornya.
Parahnya, kasus itu bukan pertama kali di STIP. Pada 10 Januari 2017, Amirullah Adityas menjadi korban.
Sebelumnya lagi, Dimas Dikita Handoko meregang nyawa 25 April 2014. Lalu, di 2015 dan 2008 Daniel Roberto Tampubolon dan Agung Bastian bernasib sama.
Cita-cita mereka menjadi taruna sirna sebab budaya senioritas dan kekerasannya.
Mulanya, senior melakukan penganiayaan atas dasar melatih mental agar siap di dunia kerja.
Namun, menurut Ketua Umum Solidaritas Pelaut Indonesia, Pius Leja Pera, budaya kekerasan STIP tak ada sangkut pautnya dengan kebutuhan kerja di bidang pelayaran.
Budaya kekerasan itu tidak bisa terus dilestarikan, perlu diputus mata rantainya. Evaluasi besar-besaran harus dilakukan guna mencegah terjadinya kasus serupa.
Terlebih, kasus yang baru terjadi bukan kasus pertama yang menghilangkan nyawa manusia.
Dikutip dari jurnal.undiknas.ac.id, kekerasan langsung sering digunakan senior kepada junior dalam lingkungan sekolah maupun universitas.
Senior maupun junior di dalam lingkungan sekolah atau universitas merupakan usia remaja rentang,12-21 tahun.
Remaja akan dianggap kuat jika mampu menunjukan dan menggunakan kekuatan fisiknya.
Kekerasan yang dilakukan remaja akan menumbuhkan sifat kepemilikan kekuasaan atas keadaan yang terjadi.
Termasuk, senior yang melakukan kekerasan atas dasar melatih dan memperbaiki etika juniornya.
Karena itu, tak jarang senior melakukan kekerasan terhadap juniornya.
Satu korban sudah lebih dari cukup untuk menyadari bahwa kekerasan bukanlah hal yang tepat dalam rangka pendidikan.
Pendekatan pendidikan dengan kekerasan sama sekali pendidikan yang tidak mendidik. Kekerasan di dunia pendidikan merupakan momok nomor satu, tempat yang seharusnya aman malah menyebabkan nyawa menghilang.
Penyebab Budaya Senioritas dan Kekerasan
Merujuk artikel jurnal Maisandra Helena Lohy dan Farid Pribadi, yang berjudul ‘Kekerasan dalam Senioritas Lingkungan Kampus’:
Perilaku senioritas dengan menggunakan kekerasan di sebabkan oleh kurangnya kontrol sosial dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kontrol sosial perlu dilakukan untuk memutus sel-sel kekerasan dalam lingkungan akademik dan mengontrol perilaku remaja.